Baleg Minta Masukan Pengamat dan Bappenas Terkait RUU PPDT

21-09-2011 / BADAN LEGISLASI

 

                Badan Legislasi (Baleg) DPR RI meminta masukan-masukan terkait dengan akan dibahasnya Rancangan Undang-undang tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT). RUU ini merupakan salah satu RUU yang harus segera diselesaikan mengingat RUU ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas Tahun 2011.

            Anggota Baleg dari Fraksi Partai Demokrat Dhiana Anwar mengatakan, masukan-masukan ini tentunya sangat diharapkan untuk penyempurnaan RUU dimaksud. Karena, katanya, kalau bicara daerah tertinggal ada ketidakpuasan kenapa majunya daerah yang dikategorikan tertinggal itu sulit sekali.

            Di sini, koordinasi antar kementerian sangat diperlukan sekali dan ada komitmen bersama untuk kemajuan daerah tertinggal. Untuk itu, katanya, RUU ini nantinya diharapkan dapat dipakai sebagai payung hukum untuk mempercepat pengentasan daerah tertinggal menjadi daerah yang tidak tertinggal.

            Sementara anggota Baleg lainnya, Abdul Hakim (F-PKS) mengkhawatirkan 50 kabupaten yang dinyatakan sebagai kabupaten yang sudah keluar dari ketertinggalan hanya kriteria politis saja. Dalam hal ini, Pemerintah perlu terus melakukan pengawasan sehingga pengentasan daerah tertinggal dapat terukur dengan baik dan terlihat nyata hasilnya.

            Dalam memberikan masukannya, Plt. Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal Bappenas Deddy Koespramoedyo mengatakan, saat ini payung hukum yang dijadikan acuan dalam PDT adalah Keputusan Menteri Pembangunan Daerah tertinggal Nomor 001/KEP/M-PDT/1/2005 tentang Stranas PDT.

            Untuk dapat mengikat stakeholders terkait sesuai yang direncanakan, diperlukan solusi pada tingkat hulu, berupa payung hukum yang lebih tinggi yaitu sebuah Undang-Undang.

            Penyusunan RUU ini, kata Deddy, diharapkan dapat dijadikan payung hukum bersama dalam pembangunan daerah tertinggal sehingga kegiatan dan pendanaan untuk mendukung pembangunan di daerah tertinggal dapat berjalan harmonis, terintegrasi dan fokus untuk mencapai sasaran pembangunan daerah tertinggal yang tercantum dalam RPJMN 2010-2014.

            Deddy menambahkan, sekarang ini masih ada 183 kabupaten daerah tertinggal di seluruh Indonesia. Jika sudah ada payung hukumnya, dia berharap pengentasan bagi 183 kabupaten daerah tertinggal dapat lebih cepat terlaksana.

            Untuk itu dia menekankan, RUU tentang Pembangunan Daerah tertinggal ini mengatur beberapa hal penting seperti, mekanisme perencanaan dan koordinasi pembangunan daerah tertinggal yang terintegrasi dengan perencanaan dan korodinasi pembangunan secara regular.

            RUU ini , kata Deddy, juga harus menegaskan siapa yang berhak melakukan koordinasi dan instrumen koordinasi yang bersifat operasional.

            UU ini juga perlu kejelasan obyek yang akan dikoordinasikan, untuk itu perlu kejelasan diskripsi tiap daerah tertinggal, akan diarahkan kemana, permasalahannya apa, memerlukan program apa dan oleh siapa.

            Selain itu, juga perlunya komitmen yang kuat dari seluruh stakeholder terkait, baik kementerian/lembaga, Pemda, dunia usaha, Perbankan dan masyarakat.

            Sementara  Pengamat Ekonomi Pertanian Universitas Gajah Mada Mochammad Maksum Machfoedz  mengatakan, terkait dengan pembangunan daerah tertinggal adanya pemberdayaan. Intisari dari pemberdayaan itu adalah adanya partisipasi, kreativitas dan stimulasi.  

            Hal ini menurut Maksum selalu menjadi prioritas dalam beragam konfigurasi politik RI dan hasilnya ketergantungan dan ketidakberdayaan.

            Daerah tertinggal ini menurut Maksum karena adanya ketidakadilan dan disparitas struktural. Di sini, ada ketidakadilan pembangunan, ada istilah Jawa- Luar Jawa, Desa-Kota, Miskin-Kaya, Pertanian-Non Pertanian. Dalam hal ini dia mengingatkan Trilogi pembangunan yakni keberlanjutan, keadilan dan pertumbuhan. (tt) foto:ry/parle

 

 

                 

 

 

 

BERITA TERKAIT
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...
RUU Minerba Jadi Perdebatan, Baleg Tegaskan Pentingnya Mitigasi Risiko
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Deputi Eksternal Eksekutif Nasional WALHI, Mukri Friatna, menyatakan penolakan terhadap wacana perguruan tinggi diberikan hak mengelola tambang...